Kisah Nabi Nuh a.s dan istrinya serta Kan`an yang durhaka 2
Kisah Nabi Nuh a.s dan istrinya serta Kan`an yang durhaka 2
Tapi Nabi Nuh tak putus asa. Ia memikul semua penderitaan itu dan kejahatan orang-orang yang merintanginya. Bertahun-tahun Nabi Nuh berdakwah, memang tidaklah lebih dari seratus orang yang mengikutinya. Meski demikian, Nabi Nuh tetap sabar dan berdo’a, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam maka seruanku itu hanya membuat mereka lari (dari kebenaran).” (QS. Nuh 71: 5-6)
Allah lalu memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat bahtera. Suatu hari istri Nabi Nuh melihat suaminya mendatangkan kayu-kayu dan menyuruh kepada pengikutnya untuk meletakkan kayu-kayu itu di tengah kota. Padahal, kota itu jauh dari laut dan sungai. Takayal istri Nabi Nuh bertanya heran, “Apa yang akan engkau perbuat dengan kayu-kayu itu, wahai Nuh?”
“Aku akan membuat sebuah bahtera,” jawab Nuh.
Mendengar jawaban Nabi Nuh, istrinya mencibir, “Mengapa engkau membuat bahtera sedang disini tidak ada lautan atau sungai yang dapat melayarkannya?
Nabi Nuh menjawab, “Bahtera ini akan berlayar ketika datang perintah Allah.”
“Bagaimanakah orang-orang yang berakal akan menyanggahnya bahwa hal ini bisa terjadi?” Tanya istrinya
“Nanti kamu akan melihat bahwa hal ini akan terjadi.” Jawab Nabi Nuh
Seraya melangkah, Istri Nuh berucap sinis, “Akankah bahtera ini nanti berlayar di atas pasir?”
“Bukan, Sebab air bah akan menenggelamkan bumi dan orang-orang yang menentang kami. Sedang orang-orang yang mengikutiku akan selamat di atas behtera…” jawab Nabi Nuh
Kabar akan pembuatan bahtera itu cepat tersiar. Segera kaumnya datang ke tengah kota, mengolok-oloknya.
Seorang berkomentar, “Apa ini wahai Nuh, nyata sekali bahwa kamu ini akan datang dengan membawa bahtera kepada kami disini., sehingga kami bisa naik bahtera yang kamu buat di atas padang paasir yang tandus.”
Yang lain dengan sengit mengolok-olok, “Nuh, apakah kamu akan menyuruh pengikutmu untuk datang kepadamu dengan membawa timba-timba yang penuh dengan air untuk kemudian dituangkan kebawah bahtera ini sehingga engkau dapat membuat kolam yang di atasnya bahretamu akan berlayar?”
Suara tawa mereka segera menggema, dan disusul yang lain., “Hal itu tentu saja akan memakan waktu bertahun-tahun, tahukah kamu akan semua itu Nuh?”
“Dan air itu tentu akan diserap oleh pasir sebelum bahteramu berlayar…” ledek yang lain lagi.
Tawa mereka kembali membuncah. Nabi Nuh tidak membalas olokan mereka., kecuali hanya berucap, “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejek kamu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa oleh azab kelak (QS. Hud 11 : 38-39)
Bulan berganti, tahun pun berlalu. Nabi Nuh dan pengikutnya, akhirnya menyelesaikan pembuatan bahtera itu. Namun ejekan yang datang dari kaumnya tak henti-henti melayang kepadanya. Apalagi, istri Nuh selalu memberi tahu mereka akan penderitaan yang ditanggung Nabi Nuh. Akibatnya, mereka kian senang dan bertambah gembira.
Suatu hari, istri Nabi Nuh tiba-tiba terbangun oleh suatu yang menggelisahkan hati. Ia segera bangkit dan menjumpai Nabi Nuh yang sedang mengumpulkan setiap dari jenis hewan dan burung., masing-masing sepasang. “Apa yang kamu lakukan dan akan kamu bawa kemana hewan-hewan dan burung-burung itu? Akankah pengikutmu akan memakan hewan dan burung-burung itu sementara kami tak akan memakan apa-apa? Tanya istrinya.
“Ini bukan untuk pengikutku. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk membawa hewan-hewan dan burung-burung itu di bahtera!” jawab Nabi Nuh.
Dengan panik, istri Nuh bertanya lagi, “Bagaimanakah Tuhanmu memerintahkan semua ini?’
“Kelak akan kubawa setiap pasang binatang dan semua pengikutku di dalam bahtera, tentunya dengan kebenaran yang diperintahkan oleh Allah kepadaku..” Jawab Nabi Nuh
Istri Nabi Nuh tidak juga diam, “Apakah yang akan kamu lakukan dengan bahtera itu? Apakah kalian akan meninggalkan rumah dan hidup bersama hewan-hewan dan burung-burung itu?”
“Kelak air bah akan datang, kemudian menenggelamkan segala sesuatu dan tidak akan ada yang selamat kecuali siapa yang naik dalam bahteraku untuk kemudian memulai kehidupan di dunia baru yang muncul dengan fajar keimanan.” Jawab Nabi Nuh
Istri Nuh tiba-tiba merasa ketakutan. Ucapan Nabi Nuh bahkan membuatnya tak berkutik untuk membantah. Namun, jiwanya tetap tertutup, keras seperti batu. Dia tetap menekan perasaan takut itu, lalu pergi memberi tahu kepada kaumnya tentang rencana Nabi Nuh itu. Maka, bertambah keraslah ejekan mereka kepada Nabi Nuh. Apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabinya adalah satu kebenaran yang harus dipercaya. Karena itu, janji Allah yang disampaikan kepada Nabi Nuh itu tidaklah bohong dan janji itu akhirnya terjadi.
Air bah (banjir) datang. Maka terperanjatlah mereka. Pintu-pintu langit terbuka dan mencurahkan air hujan ke bumi sehingga membuat mereka semua pontang-panting. Kelabakan. Sementara itu, bahtera Nabi Nuh berlayar di atas air, tanpa istri Nabi Nuh dan putranya Kan’an. Sebab keduanya telah menolak ketika Nabi Nuh memerintahkan agar ikut naik kedalam bahteranya. Nabi Nuh memanggil anaknya, sedang dia berada di tempat terpencil, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah bersama orang-orang yang kafir.”
Dengan sombong, dia menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkanku dari air bah”
Nabi Nuh berkata “Tidak ada Pelindung pada hari ini dari ketetapan Allah selain siapa yang dirahmati.”
Air bah itu sangat besar, gunung pun tenggelam. Maka, tenggelamlah Kan’an dan istri Nuh digulung gelombang air bah yang dahsyat.